JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan sejumlah perubahan terhadap penyelenggaraan
Ujian Nasional (UN) yang akan diterapkan mulai tahun ini. Setidaknya ada tiga
aspek perubahan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Anies Baswedan membeberkan, perubahan pertama adalah UN tidak
digunakan sebagai penentu kelulusan. Kedua, ke depan UN dapat ditempuh lebih dari
satu kali. Ketiga, UN harus diambil minimal satu kali.
"Kelulusan sepenuhnya diputuskan oleh
sekolah. Bukan hanya pada beberapa mata pelajaran (mapel), tetapi semua aspek
pembelajaran termasuk komponen perilaku anak di sekolah," ujar Anies, di
Gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (23/1/2015).
Dia melanjutkan, peserta didik yang hasil
ujiannya kurang, maka dia memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan mengambil
ujian ulang. Tujuan UN, kata Anies, bukan untuk menjadi hakim, tetapi menjadi
alat pembelajaran.
"Kita ingin mengubah UN tak sekadar
vonis atau alat menilai hasil belajar saja, tetapi juga menjadi alat untuk
belajar," ucapnya.
Dia mengatakan, ujian ulang untuk
pelaksanaan UN pada tahun ini dilaksanakan pada tahun depan. Alasannya,
logistik penyelenggaraan UN ulangan belum siap.
_______________________________________________________________________
Faktanya kebanyakan para peserta Ujian
Nasional masih saja ada yang melakukan
kecurangan/ mencontek. Jika itu terjadi bagaimana pihak sekolah, pemerintah
mengukur tingkat kemampuan peserta didik di Indonesia. Paradigma siswa sampai
saat ini masih saja memandang Ujian Nasional adalah sesuatu yang menakutkan,
sehingga semua siswa berlomba-lomba mendapat nilai yang bagus dengan meng-halal
kan segala cara, jika Ujian Nasional bukan penentu kelulusan tentunya itu menjadi
suatu hal yang menyenangkan bagi siswa tapi apabila hasil yang di dapat rendah
tentunya akan mempersulit siswa tersebut untuk melanjutkan ke jenjang perguruan
tinggi negeri menurut saya hal inilah yang melatar belakangi mengapa beberapa
siswa masih melakukan kecurangan saat Ujian Nasional berlangsung, dan bagi yang
membocorkan jawaban Ujian Nasional harus diberikan sanksi tegas agar tidak ada
lagi kecurangan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia agar SDM manusia
mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam bidang akademis.
Ujian tahun ini tentu saja lebih ringan dibandingkan dengan angkatan saya yang harus mengerjakan soal dengan 25 paket soal yang berbeda tiap siswanya. tentunya hal ini membuat siswa menjadi belajar ekstra keras, karena saya berfikiran pada ujian nasional yang diadakan pada saat itu memiliki banyak resiko bila mencontek, seperti: buang-buang waktu, terlalu banyak bocoran yang beredar, sehingga pada saat itu saya mengerjakan soal ujian semampu saya, meski ada beberapa teman saya yang menggunakan bocoran, bukan saya tidak mau menggunakan bocoran hanya saja pada saat itu saya ragu dan bingung untuk menggunakan bocoran yang belum tentu kebenarannya.
Ujian Nasional masih menjadi topik yang sering diperbincangkan, alangkah bijaknya pemerintah melihat kondisi di lapangan, lalu barulah membuat peraturang yang akan diterapkan pada siswa jangan sampai menyurus sekolah Ujian Nasional dengan menggunakan komputer tetapi tidak semua sekolah memiliki komputer yang mencukupi, dan bagaimana saudara-saudara kita yang berada jauh dipedalaman? jangankan komputer listrik saja belum tentu ada. hal inilah yang seharusnya pemerintah lihat, pemerintah kaji lagi jangan sampai aturan-aturan yang dibuat malah merugikan siswanya.
Dirgantara Wicaksono.
Pembelajaran PKN di SD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar